Suku Anak Dalam Jambi (Jambi)
Suku Anak Dalam Jambi
Suku Anak Dalam di provinsi Jambi
memiliki sebutan nama untuk mereka yaitu Kubu, suku Anak Dalam dan anak Rimba.
Untuk sebutan kubu bagi suku Anak Dalam memiliki arti yang negatif. Kubu
memiliki arti menjijikan, kotor dan bodoh. Panggilan kubu bagi suku anak dalam
pertama kali terdapat di tulisan-tulisan pejabat kolonial. Sebutan suku Anak
Dalam merupakan sebutan yang diciptakan oleh pemerintah Indonesia melalui
Departemen Sosial.
Manusia Suku Dalam Jambi
Arti suku Anak Dalam memiliki arti
orang yang bermukim di pedalaman dan terbelakang. Sebutan yang ketiga adalah
Anak Rimba merupakan sebutan yang lahir dari suku Anak Dalam sendiri. Arti Anak
Rimba adalah orang yang hidup dan mengembangkan kebudayaan tidak terlepas dari
hutan, tempat tinggal mereka. Istilah
orang Rimba dipublikasikan oleh seorang peneliti Muntholib Soetomo melalui
disertasinya berjudul “Orang Rimbo: Kajian Struktural Fungsional masyarakat
terasing di Makekal, provinsi Jambi”.
berdasarkan Dirjen Bina Masyarakat Terasing
Depsos RI, 1998 :55-56, secara mitologi, suku Anak Dalam masih menganggap satu
keturunan dengan Puyang Lebar Telapak yang berasal dari Desa Cambai, Muara
Enim. Menurut pengingatan mereka, yang didapat dari penuturan kakek-neneknya,
bahwa sebelum mereka bertempat tinggal di wilayah Sako Suban, mereka tinggal di
dusun Belani, wilayah Muara Rupit. Mereka hijrah karena terdesak waktu perang
ketika zaman kesultanan Palembang dan ketika masa penjajahan kolonial Belanda.
Secara tepat waktu kapan mereka hijrah tidak diketahui lagi yang mereka (Suku
Anak Dalam) ingat berdasarkan penuturan, hanya masa kesultanan Palembang dan
masa penjajahan Belanda. Dari Dusun Belani, Suku Anak-Dalam mundur lebih masuk
ke hutan dan sampai di wilayah Sako Suban. Di wilayah Sako Suban ini, mereka
bermukim di wilayah daratan diantara sungai Sako Suban dan sungai Sialang,
keduanya sebagai anak dari sungai Batanghari Leko. Wilayah pemukiman yang
mereka tempati disebut dengan Tunggul Mangris.
Menurut Departemen sosial dalam data
dan informasi Depsos RI (1990) menyebutkan asal usul Suku Anak Dalam yaitu:
Sejak Tasun 1624, Kesultanan Palembang dan Kerajaan Jambi yang sebenarnya masih
satu rumpun memang terus menerus bersitegang dan pertempuran di Air Hitam
akhirnya pecah pada tahun 1629. Versi ini menunjukkan mengapa saat ini ada dua
kelompok masyarakat Anak Dalam dengan bahasa, bentuk fisik, tempat tinggal dan
adat istiadat yang berbeda. Mereka yang menempati belantara Musi Rawas
(Sumatera Selatan) berbahasa Melayu, berkulit kuning dengan postur tubuh ras
Mongoloid seperti orang Palembang sekarang. Mereka ini keturunan pasukan
palembang. Kelompok lainnya tinggal di kawasan hutan Jambi berkulit sawo
matang, rambut ikal, mata menjorok ke dalam. Mereka tergolong ras wedoid
(campuran wedda dan negrito).
Ilustrasi suku anak dalam
Kebudayaan
A.
Religi
Upacara
Besale (penyembuhan) merupakan ritual masyarakat Anak Dalam yang bertujuan
untuk menyembuhkan seseorang yang sakit akibat roh-roh jahat. Dalam adat
istiadat masyarakat Suku Anak Dalam atau Anak Rimba terdapat banyak kegiatan
upacara/ritual yang memiliki tujuan untuk menghormati arwah nenek moyang,
mengharapkan keberkahan dan untuk menjauhkan malapetaka. Salah satu upacara
adat masyarakat Anak Dalam adalah upacara Besale.
Arti
Besale bagi masyarakat Anak Dalam adalah membersihkan jiwa seseorang yang
sedang sakit akibat roh-roh jahat yang bersemayam dalam diri seseorang
tersebut. Menurut hasil penelitian Pusat Penelitian Sejarah Dan Budaya
Departemen Pendidikan Kebudayaan Indonesia (1977.127), masyarakat Anak Dalam
menganggap jika ada anggota keluarga atau kerabat yang sakit maka itu merupakan
pertanda bahwa dewa telah menurunkan malapetaka.
Proses upacara
adat Besale yang dilakukan oleh masyarakat Anak dalam adalah dukun Besale
menyanyikan mantera-mantera sambil menari kepada orang yang sakit.
Sesaji-sesaji yang sudah ada dalam upacara ini dipersembahkan kepada dewa-dewa
agar mereka memberikan kebaikan dan menjauhkan masyarakat Anak Dalam dari
malapetaka. Menurut ketua adat senami dusun 3 upacara Besala berasal dari
daerah mentawak daerah Soralangun.
B.
Sistem Organisasi Kemasyarakatan dan politik
Suku anak
dalam memiliki wilayah hidup yang cukup luas di Sumatera. Mulai dari Palembang
hingga Riau dan Jambi. Namun, memang paling banyak terdapat di daerah Jambi. Berdasarkan
hasil survei Kelompok Konservasi Indonesia (KKI) Warsi tahun 2004 menyatakan,
jumlah keseluruhan Orang Rimba di TNBD ada 1.542 jiwa. Mereka menempati hutan
yang kemudian dinyatakan kawasan TNBD, terletak di perbatasan empat kabupaten,
yaitu Batanghari, Tebo, Merangin, dan Sarolangun.
Hingga
tahun 2006, paling sedikit terdapat 59 kelompok kecil Orang Rimba. Beberapa ada
yang mulai hidup dan menyatukan diri dengan kehidupan desa sekitarnya. Namun
sebagian besar masih tinggal di hutan dan menerapkan hukum adat sebagaimana
nenek moyang dahulu. Selain di TNBD, kelompok- kelompok Orang Rimba juga
tersebar di tiga wilayah lain. Populasi terbesar terdapat di Bayung Lencir,
Sumatera Selatan, sekitar 8.000 orang. Mereka hidup pada sepanjang aliran
anak-anak sungai keempat (lebih kecil dari sungai tersier), seperti anak Sungai
Bayung Lencir, Sungai Lilin, dan Sungai Bahar. Ada juga yang hidup di Kabupaten
Sarolangun, sepanjang anak Sungai Limun, Batang Asai, Merangin, Tabir, Pelepak,
dan Kembang Bungo, jumlahnya sekitar 1.200 orang. Kelompok lainnya menempati
Taman Nasional Bukit Tigapuluh, sekitar 500 orang.
Karena
tidak dekat dengan peradaban dan hukum modern, Orang Rimba memiliki sendiri
hukum rimba. Mereka menyebutnya seloka adat. Daerah yang didiami oleh Suku Anak
Dalam ada di kawasan Taman Nasional Bukit XII antara lain terdapat di daerah
Sungai Sorenggom, Sungai Terap dan Sungai
C.
Sistem
Pengethauan
Hal-hal yang telah diuraikan diatas menurut saya sangat
menarik sehingga saya akan mengangkat makalah dengan judul “Kebudayaan Suku
Anak Dalam”Suku Anak Dalam merupakan salah satu Komunitas Adat Terpencil ( KAT
) yang ada di Propinsi Jambi yang mempunyai permasalahan spesifik. Jika kita
melihat pola kehidupan dan penghidupan mereka, hal ini disebabkan oleh keterikatan
adat istiadat yang begitu kuat. Hidup berkelompok dengan pakaian hanya sebagian
menutupi badan dengan kata lain mereka sangat tergantung dengan hasil hutan /
alam dan binatang buruan.
D.
Mata Pencaharian
Mayarakat
suku anak dalam sebagian besar mata pencahariannya ialah berburu dan berladang.
Masyarakat anak dalam saat berburu
E.
Sistem teknologi dan peralatan
Suku anak
dalam memakai peralatan seperti tombak, parang dan panah untuk menunjang
kegiatan berburu mereka.
F.
Bahasa
Bahasa
Kubu, bahasa Anak Dalam, atau bahasa Orang Rimba adalah bahasa yang digunakan
suku Kubu[1]. Persebaran penuturnya meliputi provinsi Jambi, Riau, dan Sumatera
Selatan. Bahasa ini termasuk dalam rumpun bahasa Austronesia.
G.
Kesenian
Upacara Besale (penyembuhan) merupakan ritual masyarakat
Anak Dalam yang bertujuan untuk menyembuhkan seseorang yang sakit akibat
roh-roh jahat. Dalam adat istiadat masyarakat Suku Anak Dalam atau Anak Rimba
terdapat banyak kegiatan upacara/ritual yang memiliki tujuan untuk menghormati
arwah nenek moyang, mengharapkan keberkahan dan untuk menjauhkan malapetaka.
Salah satu upacara adat masyarakat Anak Dalam adalah upacara Besale.
Arti Besale bagi masyarakat Anak Dalam adalah membersihkan
jiwa seseorang yang sedang sakit akibat roh-roh jahat yang bersemayam dalam
diri seseorang tersebut. Menurut hasil penelitian Pusat Penelitian Sejarah Dan
Budaya Departemen Pendidikan Kebudayaan Indonesia (1977.127), masyarakat Anak
Dalam menganggap jika ada anggota keluarga atau kerabat yang sakit maka itu
merupakan pertanda bahwa dewa telah menurunkan malapetaka.
Kesimpulan
Suku anak dalam jambi (Suku Kubu) adalah orang
malau sesat yang meninggalkan keluarganya dan lari kehutan rimba sekitar Taman
Nasional Bukit 12 itu di namakan mayang segayo. Penghuni rimba itu masyarakat
pagaruyung (Sumatra barat) yang berimigrasi mencari sumber kehidupan yang lebih
baik.orang rimba menganut sistim matrinial, sama dengan budaya minag kabau.
Mereka sehari-hari tanpa baju, kecuali cawat penutup kemaluan.rumahnya hanya
beratap rumbia dan berdinding dari kayu.sering memakan buah-buahan dari hutan,
berburu dan mengkonsumsi air dari sungai. Asal usul suku anak dalam pertama
kali di publikasikan oleh Muntholib soetomo pada tahun 1995 dalam desertasinya
yang berjudul “Orang Rimbo”
Sumber : http://kebudayaanindonesia.net/id/culture/1071/suku-anak-dalam-jambi
Komentar
Posting Komentar